Sosial Media
0
HEADLINE NEWS
    Home Tanjidor

    Tanjidor, Warisan Budaya yang Adaptif

    2 min read


    Tanjidor

    AMANAH INDONESIA, MAKASSAR --
    Musik tanjidor yang awalnya berakar pada komposisi lokal seperti orkes turiolo, kini telah bertransformasi menjadi hiburan modern dengan integrasi alat musik kontemporer seperti gitar dan drum.

    Adaptasi terhadap elemen teaterikal dan musik populer menjadi kunci keberlangsungan tanjidor di tengah arus budaya modern.

    Tanjidor awalnya berkembang sebagai orkes yang didominasi lagu-lagu daerah seperti turiolo, terbatas pada komposisi lokal.

    Seiring waktu, tanjidor bertransformasi dengan mengadopsi elemen dangdut, musik pop daerah, serta alat musik modern seperti gitar dan drum, menjadikannya lebih variatif dan menyerupai format orkes masa kini.

    Salah satu dosen ahli musik di Universitas Negeri Makassar (UNM), Khaeruddin, S. Sn., M. Pd, mengatakan seiring waktu, tanjidor tidak hanya mengintegrasikan alat musik modern tetapi juga menambahkan unsur teaterikal. 

    Menurut Khaeruddin, musik yang mampu bertahan adalah musik yang bisa mengikuti perubahan zaman. 

    Itulah sebabnya tanjidor tetap eksis dengan memadukan berbagai elemen musik yang sedang tren, baik pop, dangdut, maupun lagu daerah.

    "Ada pemasukan instrumen modern gitar dan musik pop yang lain, termasuk vokalis. Sementara dulu hanyalah sebatas melodi," katanya.

    Kini, musik tanjidor tidak hanya pada acara pernikahan tetapi juga berbagai momen seni dan budaya lainnya seperti kampanye partai politik, pawai Ramadan, dan sholawatan, yang biasanya dijumpai di Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba. 

    Sementara itu, di perguruan tinggi, Tanjidor tidak diajarkan secara spesifik tetapi melalui elemen-elemen dasarnya, seperti alat musik tiup, petik, dan perkusi. Mahasiswa yang menguasai teknik dasar dapat mengembangkannya menjadi karya seni, termasuk bermain dalam format Tanjidor. 

    Namun, tantangannya adalah membangkitkan kesadaran mahasiswa umum terhadap musik tradisional dan lebih tertarik pada budaya modern daripada mengapresiasi seni tradisional lokal.

    "Sebenarnya dia sering melihat tapi belum memiliki perhatian untuk mengetahui lebih jauh bahwa alat musik ini bernama Tanjidor," tuturnya.

    Dalam pengamatan langsung pada sebuah pernikahan di Dusun Parangmalengu, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa pada 8 November 2024 lalu, Tanjidor dimainkan sebagai bagian dari prosesi penyambutan tamu. Suara suling dan terompet mengiringi langkah pengantin menuju pelaminan, sementara irama drum menambahkan semangat pada suasana.

    Para pemain menampilkan gaya teatrikal yang menghibur para tamu. 

    Sudirman, salah satu masyarakat yang masih menggunakan Tanjidor dalam acara adat pernikahan di tempat tinggalnya mengatakan, musik Tanjidor menghadirkan suasana kebersamaan, mempererat hubungan antarwarga, serta sebagai salah satu upaya menghormati dan menjaga warisan budaya.

    "Dengan cara seperti ini, Tanjidor dapat terus memainkan perannya sebagai identitas budaya lokal," tuturnya. (*)


    Penulis: Siti Ulwiyah
    Additional JS