Operasi Militer Iran-Israel Guncang Pasar, Rupiah Terdampak
AMANAH INDONESIA, JAKARTA --Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel kembali mengguncang pasar keuangan global. Sentimen risk off (penghindaran risiko) meningkat tajam, menyebabkan mata uang negara berkembang seperti rupiah mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat.
“Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar di tengah meningkatnya tensi Iran Israel, memicu sentimen risk off (menghindari risiko) di pasar,” kata Lukman Leong, analis mata uang dari Doo Financial Futures, dikutip dari ANTARA di Jakarta, Senin (16/6).
Situasi memanas setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan "Operation Rising Lion" pada Jumat (13/6), dengan menargetkan fasilitas militer dan nuklir Iran. Serangan udara dilaporkan terjadi dalam beberapa gelombang dan mencapai ibu kota Tehran.
Beberapa tokoh penting Iran dikabarkan tewas dalam serangan tersebut, termasuk Jenderal Mohammad Bagheri, kepala staf militer, serta sejumlah komandan Garda Revolusi dan ilmuwan nuklir.
Sebagai balasan, Iran meluncurkan serangan bernama "Operation True Promise 3", menargetkan instalasi militer Israel. Menurut Kementerian Kesehatan Iran, sedikitnya 128 orang tewas dan 900 lainnya luka-luka akibat agresi Israel sejak Jumat.
Sementara itu, otoritas Israel melaporkan 13 orang tewas dan lebih dari 370 luka-luka akibat serangan rudal Iran.
Ketidakpastian global ini membuat investor memilih aset yang lebih aman, seperti dolar AS, dibandingkan mata uang negara berkembang termasuk rupiah.
“Tidak ada data ekonomi penting hari ini, namun sentimen domestik diperkirakan akan mengikuti luar. Data ekonomi domestik minggu lalu yang lebih lemah dari perkiraan, indeks kepercayaan konsumen dan penjualan ritel, juga masih membebani,” tambah Lukman.
Di pembukaan perdagangan Senin pagi, rupiah terpantau melemah 4 poin atau 0,02 persen, menjadi Rp16.308 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.304. (*)